Perjuangan Kartini bukan hanya dikenang sebagai sejarah yang menggetarkan perubahan nasib kaum hawa. Perjuangannya terus bergelinding mengikuti arus perubahan zaman dan pergantian generasi. Hasilnya sangat bermakna bagi kukuhnya pilar bangsa ini. Kaum hawa pun kini bisa menikmati aura pembangunan walau masih terkungkung batasan-batasan bernuansa perbedaan gender. Perannya kaum hawa sebetulnya bukan sekadar ‘kancah wingking’ alias teman hidup di balik sukses sang suami. Begitu, kata Hj. Dyah Murtisari, Ketua Dharma Wanita Persatuan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta di ruang kerjanya belum lama ini didampingi Sekretaris dan Bendahara Dharma Wanita Persatuan, Iin Indira Dewi dan Intan Elviana.
Seiring perguliran mata rantai perubahan nasib kaum hawa, kini perkumpulan wanita dalam seluruh aspek kehidupan sangat menunjang proses lahirnya perubahan demi perubahan. Sebut saja, Dharma Wanita Persatuan. Organisasi ini sangat konsisten menyejahterakan anggota melalui bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya secara demokratis.
Dharma Wanita Persatuan (DWP) saat ini bagai oasis di tengah padang pasir. Ia banyak memberi motivasi kepada para suami berstatus PNS. Keterlibatannya sebagai skrup pembangunan mental/spiritual dan aksi sosial telah menuai sukses kukuhnya konsistensi mengusung visi-misi organisasi.
Kenikmatan menyelami suka duka pengabdian di organisasi ini dirasakan istri H. Taufik Yudi Mulyanto yang sejak 2009 memangku tanggung jawab utama DWP Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Wanita berparas cantik-ibu dari Fikri Maulana Putra, Maghfira Ramadhyanti Putri dan Muhammad Farras, awalnya hanya mengerti organisasi dharmawanita hanya dari beberapa literatur dan artikel bertajuk kewanitaan. Diakuinya polos, menggerakkan ibu-ibu dharma Wanita di tempat suami bekerja merupakan kehormatan sekaligus keasyikan tersendiri.
Wanita kelahiran Jakarta, 15 Juni ini bisa berbagi dengan teman-teman baik wanita PNS maupun istri PNS dalam menularkan pengalaman dan ilmu yang pernah dienyamnya. Sejatinya ia mencintai profesi sebagai guru. Wanita yang murah senyum ini pernah mengajar di Yayasan Widuri Jakarta (1991-2000). “Rasanya sayang jika tidak mengamalkan pedagogi yang pernah dipelajari di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Sarjana jurusan Biologi UNJ tahun 1991 ini, menyukuri kodratnya sebagai kaum hawa. ”Saya tak pernah membayangkan bisa mendampingi suami yang juga eksis memajukan pendididikan di negeri ini. Kesibukan sebagai ketua DWP adalah rahmat sekaligus katarsis mengarungi perjalanan hidup sebagai istri dan ibu yang merawat, mendidik anak-anak,” aku wanita berzodiak Gemini ini penuh semangat.
Semula ia membayangkan kegiatan DWP cuma sekadar rapat-rapat, menggerakkan koperasi atau jalan-jalan menghadiri seremoni bersama suami. Ternyata tidak begitu. Kebergabungannya dalam DWP justru malah menantang untuk pintar berbagi waktu dengan keluarga. Kepentingan keluarga itu dalam posisi sebagai ibu rumah tangga sangat perlu. Namun, dari sudut DWP sebagai salah satu agen perubahan, tak pelak lagi itu akan menjadi keharusan dan kepentingan utama. Wanita yang memiliki hobi membaca dan menyanyi ini ikhlas harus membagi waktu untuk memajukan organisasi.
DWP para anggotanya yang berjumlah lima ratusan orang ini bukan hanya wanita PNS, istri PNS, tapi juga para pensiunan PNS. Tak aneh dalam berbagai kegiatan dan event tertentu selalu dihadiri ibu-ibu muda, ibu-ibu paruh baya dan nenek-nenek energik. Denyut DWP pun menjadi dinamis. Ini baginya menjadi salah satu keasyikan menggeluti organisasi berlogo bunga melati yang dikelilingi padi, rantai dan buku. Secara semiotik padi, rantai dan buku memiliki filosofi meneruskan cita-cita bangsa, memakmurkan dan mencerdaskan/mendidik. Filosofi ini menurut Hj. Dyah Murtisari bisa menyulut semangat menaikkan eksistensi kaum hawa.
Kegiatan sosial yang terus didenyutkan DWP Dinas Pendidikan Jakarta, yakni memberikan santunan bagi karyawan dan satpam Dinas Pendidikan, anak-anak kurang mampu, memberi bantuan bagi korban bencana alam. Kegiatan ini diperkuat dengan positif di bidang pendidikan. Dalam berbagai kesempatan Hj. Dyah Murtisari dan teman-teman sejawat sering mengikuti seminar dan pelatihan guna menambah wawasan dan pengetahuan..
Dari aspek ekonomi kegiatan memajukan koperasi pun kian gencar dan mendatangkan keuntungan bagi para anggotanya. DWP binaan Hj. Dyah Murtisari yang juga penggemar lagu pop Indonesia ini secara sistemik menata organisasi berdasarkan pakem koperasi dan sosial. Koperasi yang berpusat di kantor Dinas Pendidikan Jakarta ini pun bertambah subur dan memiliki aset yang cukup lumayan. Wajar, kesejahteraan karyawan dan anggota DWP bisa meningkat dari tahun ke tahun.
DWP, menurutnya sangat ideal bisa menjembatani upaya perbaikan nasib anggota dan secara eksternal bisa mendorong sebuah perubahan bagi perbaikan nasib wanita. DWP harus bisa menjawab fenomena peran reproduksi perempuan yang seringkali dianggap statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja di wilayah publik, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestik. Upaya maksimal yang dilakukan mereka, yakni menyubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.
Menyinggung upaya mengikis pemarginalan wanita. Secara tegas Hj. Dyah Murtisari sangat tidak setuju dan harus diatasi. Alasannya, marginalisasi itu suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarginalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya, dengan anggapan, bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja di luar rumah (sektor publik) seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender.
Contoh pemiskinan itu, guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima. Masih banyaknya pekerja perempuan di pabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan faktor reproduksinya, seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.
Tegasnya, diskriminasi terhadap wanita sama dengan pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak azasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan. Bentuk diskriminasi itu meliputi dimensi wilayah (daerah bencana, daerah konflik, daerah perbatasan, daerah tertinggal, daerah terpencil, dan lainnya), dimensi usia (usia produktif, usia lanjut, dan lainnya), dan dimensi khusus (penyandang cacat, tenaga kerja, dan lainnya).
Perlindungan wanita menjadi salah satu misi DWP guna memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya dengan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis yang ditujukan untuk mencapai kesetaraan gender. Denyut ini harus terus dipompa melalui berbagai kegiatan sosial, seminar, tausiyah serta penyuluhan berbasis pendidikan.
Pengarusutamaan gender jelas menjadi proses untuk menjamin wanita dan laki-laki mempunyai akses dan kontrol terhadap sumber daya, memperoleh manfaat pembangunan dan pengambilan keputusan yang sama di semua tahapan proses pembangunan dan seluruh program dan kebijakan pemerintah. Kesadaran gender merupakan faktor sosial yang menentukan antara laki-laki dan perempuan atas dasar tingkah laku yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengakses dan mengontrol sumber daya. Kesadaran ini membutuhkan penerapan melalui analisis gender menjadi proyek, program dan kegiatan organisasi kewanitaan seperti DWP yang terus dilakoni Hj. Dyah Murtisari. Pendeknya, DWP harus bisa mengusung sebuah perubahan dan pencerahan nasib kaum hawa. ◙ /yadi/P.02/
Posting Komentar