Pintar saja tidak cukup. Pendidikan bukan seperti pabrik yang membuat robot. Pendidikan itu identik dengan proses mengasuh, mengasah, mencerdaskan dan menguatkan bakat siswa. Proses ini hasilnya diharapkan melahirkan generasi yang bijak karena belajar.
Lingkungan menjadi landas tumpu siswa dalam mengenal dan menemukan jatidirinya. Pelajar Jakarta tak pelak menjadi salah satu agen yang akan terus menggelindingkan perubahan demi perubahan. Sehebat apapun teknologi dan secerdas apapun otak manusia akan tidak bermakna bila mengabaikan alam. Jakarta sepertinya sudah ditakdirkan sebagai kota jasa yang terus menggeliat di tengah perubahan dunia. Jakarta memang ditakdirkan bersinggungan dengan laut. Geografisnya tepat di bibir pantai utara, landai dan acapkali dihadapkan pada masalah tata ruang dan sistem pembuangan air.
Tantangan ini menjadi rahmat sekaligus tantangan masa depan. Jakarta sebagai ibukota dan salah satu kota terpadat di dunia bisa dimaklumi penuh dengan kerunyaman transportasi, masalah lalu lintas, sampah dan riak-riak gejolak sosial politik. Bila dilukiskan dalam melodrama, Jakarta bagai seorang kakek sarat dengan pengalaman serta rintihan.
Sangat menarik berkaca pada ketuaan kota yang dulu diberinama Batavia oleh J.P. Coen. Jakarta memang unik, kaya sekaligus sebagai magnet yang menggerakkan migrasi para pengadu nasib dari berbagai pelosok negeri ini. Sayang bila pendidikan tentang ke-Jakartaan tidak diwariskan secara pedagogis kepada para pelajar. Jakarta sejatinya menjadi sahabat, tempat berkaca bagi munculnya benih rasa sayangnya.
Setiap pelajar Jakarta harus mencintai, merawat dan melestarikan “Sang Kakek” yang kini berusia 484 tahun. Kesadaran menyintai Jakarta mendorong lahirnya Komunitas Pelajar Peduli Jakarta (KPPJ). Organisasi ini menjadi oase besar bagi OSIS yang ada di setiap sekolah. OSIS secara internal memang menjadi kekuatan persatuan dan kepedulian pelajar terhadap gengsi di setiap sekolah.
Betapa dasyatnya bila setiap organisasi sekolah itu bersatu dalam KPPJ. Empati ini mendapat sambutan dari Dr. H. Margani M. Mustar yang kini menjadi salah seorang asesor bagi kemajuan pemukiman dan kependudukan di Jakarta. H. Margani M. Mustar memandang KPPJ sebagai ide brilian. Jakarta saat ini dihadapkan pada kemacetan masif, sampah, genangan air, ancaman lingkungan/ekosistem dan kebelum merataan sosialisasi terhadap pembiasaan pola hidup sehat bagi kepentingan keseimbangan lingkungan.
Tantangan ini, menurut Deputi Gubernur DKI Jakarta sebagai teka teki yang harus dipecahkan. Ini perlu dipecahkan melalui sebuah kesadaran kolektif dalam menjunjung tinggi cita-cita para founding father Jakarta. Selayaknya para pelajar menjadi pejuang masa depan yang akan menyelamatkan ibukota. Benih cinta itu muncul melalui sebuah upaya pembiasaan hidup sehat dan berani mengatasi masalah yang kini menyelimuti citra Jakarta yang akan tumbuh sebagai salah satu kota modern di dunia.
Menjawab tantangan ini bukan hanya tumbuh dari berbagai pelajaran yang diterima siswa secara formal. Jakarta sangat mengharapkan empati dan bakti para siswa dengan menyisihkan sikap egosentris dan sikap saling bermusuhan. Pilar persatuan pelajar Jakarta menjadi soko guru bagi kuatnya Jakarta sebagai pusat pendidikan, kebudayaan dan studi terhadap revitalisasi lingkungan Jakarta yang hijau seperti dahulu kala. Begitu tanggapan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, H. Taufik Yudi Mulyanto yang selalu merasa prihatin terhadap nasib Jakarta.
H. Taufik Yudi Mulyanto sangat mendukung lahirnya KPPJ. Doktor Pendidikan lulusan UNJ ini merasakan mimpi anak Jakarta bagi lahirnya kembali lingkungan ibukota yang berbudaya dan terdidik. Sejatinya, para pelajar ibukota bisa mewujudkan karya nyata melalui berbagai kegiatan berbasis kelestarian alam. Jakarta memang lain dulu lain sekarang. Namun ini bukan berarti pembiaran terhadap berbagai ancaman yang terus menghimpit citra Jakarta.
Lahirnya KPPJ menjadi motor yang menyinergikan seluruh elemen masyarakat dalam mengembalikan kejayaan Jakarta seperti era Si Pitung, Si Jampang, Si Ronda dan berpuluh kisah keelok rupawan bumi Betawi. Sejatinya para pelajar Jakarta berkaca pada masa lalu dalam mengisi pembangunan berwawasan lingkungan. Sejak januari 2011, Bang Foke menggelindingkan konsep green school sebagai embrio bagi upaya penumbuhkembangan sebuah kesadaran kolektif bagi lahirnya Jakarta sebagai kota berwawasan lingkungan.
Green school building memang baru diterapkan di beberapa sekolah. Namun, denyutnya bisa menjadi sebuah kekuatan besar bagi proses pendidikan dan pembiasaan hidup sehat. KPPJ secara langsung akan menjadi wahana bagi berkubangnya pelajar Jakarta tanpa memandang siapa dia dan dari golongan mana dia. KPPJ sangat layak menjadi agen bagi proses penyadaran secara masif terhadap upaya pembiasaan membuang sampat pada tempatnya, mendaur ulang air, memanfatkan sisa pembuangan air, dan menata kembali lingkungan yang mulai rapuh.
Menurut H. Happy Gustin, Kasi Kesiswaan SMK, tak pelak kepedulian ini pun menjadi bagian dari inseminasi terobosan muatan lingkungan yang akan melintasi kurikulum. Langkah strategi ini akan memungkinkan bagi kreativitas setiap guru untuk memasukkan isu-isu lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar. Kreativitas guru mengusung format kepedulian pelajar terhadap lingkungan Jakarta menjadi sebuah keharusan yang harus dikuasai setiap guru.
Ketua KPPJ menilai inovasi H. Happy Gustin sebagai sebuah muatan baru bagi proses membangun terwujudnya joy school berwawasan lingkungan. Suasana sejuk, aman, hijau, ruang kelas yang memiliki ventilasi besar akan mendukung terciptanya aura belajar yang segar, menyenangkan dan hemat listrik karena tidak memerlukan pendingin ruangan. Konsep ini menjadi salah satu lahirnya joy school alias sekolah yang menyamankan, begitu kata Muhammad Imam Fauzi yang baru setengah umur jagung mendirikan KPPJ.
Pemahaman terhadap konsep kepedulian terhadap lingkungan menurut H. Margani M. Mustar tak dapat dilepaskan dari konsep pembangunan mental/spiritual. Secara agamis kebersihan itu sebagian dari iman. Iman itu akan muncul bila pelajar terdidik. Pelajar yang terdidik akan kaya terhadap ide-ide inovasi. Celah ini membuka lebar jalan menuju pendidikan kewirausahaan.
H. Margani M. Mustar menilai KPPJ sebagai roh yang menghidupi tekad para pelajar Betawi yang tidak lagi hanya membaca kisah Jakarta tempo dulu. Kisah ini harus diangkat kembali menjadi sebuah darma bakti yang menguatkan empati untuk terus melestarikan Jakarta. Andai saja Jakarta itu seorang kakek renta, ia akan terus bercerita tentang keasrian Jakarta lalu ia menangis karena Jakarta kini masih terus digelayuti persoalan kerunyaman lingkungan.
Wacana kepedulian Jakarta ini menjadi isu yang perlahan bergelinding terus. Awalnya memang dari SMK Yadika 2 Tanjung Duren ketika KPPJ dikukuhkan sebagai wujud kepedulian anak-anak Jakarta yang cerdas dan terdidik. Kamis, 14 April 2011 lalu, KPPJ lahir sebagai bayi yang akan terus berjalan merambati berbagai rintangan bagi pelestarian Jakarta.
KPPJ kini telah menghimpun 500 siswa yang akan terus menyemai program edukatif berbasis lingkungan. Denyut program ini dipastikan akan menggelembung melalui berbagai terobosan baru dan animo yang menghimpun ribuan pelajar lainnya. Cerita keasrian Jakarta bukan sangatnya lagi cuma dalam sejarah karena sejarah Jakarta menjadi inspirasi yang akan terus mengalirkan ide-ide anak Jakarta untuk kembali mewujudkan Jakarta sebagai kota budaya, bersih, hijau dan sejahtera. ◙
/Yadi/Gun/